Kamis, 27 September 2012
cara mengatasi tumpahan bahan kimia
Cara Menangani Tumpahan Bahan Kimia
Pelatihan keselamatan Anda membantu memastikan semua berjalan dengan benar ketika Anda bekerja. Pelatihan Anda juga termasuk apa yang akan Anda lakukan ketika keadaan menjadi masalah. ANda dilatih untuk mencegah tumpahan ketika Anda bekerja dengan bahan kimia, tetapi latihan Anda juga mengajar Anda untuk merespon.
Tumpahan bahan kimia yang tidak rencanakan dapat menyebabkan efek yang berbahaya. Kulit dan mata bisa terbakar, paru-paruh menjai rusak, kebakaran dan ledakan , kerusakan karat terhadap material, polusi udara dan bahaya terhadap masyarakat adalah beberapa konsequensi yang bisa terjadi akibat tumpahan bahan kimia.
Tumpahan bahan kimia dapat berbentuk cairan, padat seperti pelletm gas dan uap. Mereka juga bersipa mudah terbakar (cepat terbakar atau meledak), korosi (kerusakan pada manusia atau material lain) atau beracun ( beracun paa manusia dan mahluk hidup lainnya).
Waktu menghadapi tumpahan bahan kimia harusnya ditangani jauh sebelu, hal itu terjadi, dengan cara menentukan apa yang akan Anda lakukan dan menyediakan bahan0bahan yang diperlukan untuk perlindungan diri dan pembersirhannya,
Pertama, An da perlu belajar semua yang bisa anda lakukan tentang bahan kimia yang digunakan dan disimpan di lokasi kerja Anda. Apa bahayanya? Apa yang bisa terjadi jika jazt kimia tersebut terpapar oleh udara, oksigen, bunga api, air atau bahkan gerakan? apakah zat kimia itu bersifat korosi, menyebabkan lukan bakar terhadap manusia?
Jika masuk kedalam pernafasan, dapatkan merusak sistem pernafasan, menyebabkan tidak sadar diri atau kematian? apakah ada efek jangka panjang dari paparan zat kimia tersebut seperti kanker? Anda dapat menemukan informasi ini dari pelatihan Anda, lembar data keselamatan materia, label kontener dan sumber lainnya.
Ada beberapa prosedur dasar yang dapat Anda pelajari untuk menangani sebuah tumpahan. Pastikan untuk melakukan tahap spesifik yang anda lakukan terhadap bahan kimia yang anda gunakan.
Beritahu esemua orang ang ada di area tumpahan.
Hubungi nomor darurat yang sesuai yang seharusnya telah terpasang di tiap pesawat telpon.
Beri bantuan korban, pindahkan mereka dari paparan dan mandikan jika diperlukan.
Tergantung jenis dan sifat bahan kimia tersebut, Anda mungkin perlu membuka jendela dan pintu untuk memberikan sirkulasi udara yang cukup, menutup area yang terpapar untuk menyimpan tumpahan atau mematikan sumber nyala api dan panas.
Jika Anda terlatih dan berwenang, gunakan material yang tepat untuk menyerap ata menampung tumpahan. Contohnya, Anda bisa menggunakan perlengkapat untuk menertralkan tumpahan asam, Untuk bahan kmia lainnya, Anda mungkin perlu menaburkan penyerap pada tumpahan, atau sekitar tumpahan dengan tanggul.
Jangan berupaya membersihkan dalam situasi seperti di bawah ini:
Anda tidak tahu material apa yang tumpah.
Anda tidak memiliki cukup pelindung atau peralatan yang tepat untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Tumpahan terlalu luas dan banyak.
Tumpahan sangat beracun.
Anda merasa gejala terpapar.
Pelajari tugas Anda dalam rencana penanganan tumpahan untuk departeman Anda. Jika tidak ada perencanaan, tanya pengawas Anda untuk bekerja sama dengan manajemen dan departemen keselamatan untuk membuat rencana tersebut.
PERATURAN DALAM PENGELOLAAN B3
1 UMUM
Pada dasarnya pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di Indonesia mengacu
pada prinsip-prinsip dan pedoman pembangunan berkelanjutan yang telah dituangkan
dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2009 sebagai pengganti UU-23/1997 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 1 (21) UU-32/2009
mendefinisikan bahan berbahaya dan beracun (disingkat B3) adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta
kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lain.
Selanjutnya UU-32/2009 menggariskan dalam Ps 58 (1) bahwa setiap orang yang
memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah,
dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3. Secara spesifik pengelolaan
B3 ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 74 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, yang akan diuraikan lebih lanjut dalam
Bagian ini.
Terkait dengan penggunaan bahan kimia organik berbahaya, maka Indonesia telah
merativikasi konvensi Stockholm melalui Undang-undang No. 19 tahun 2009 tentang
Pengesahan Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten
atau Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (POPs). Konvensi ini
bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari bahan POPs
dengan cara melarang, mengurangi, membatasi produksi dan penggunaan, serta
mengelola timbunan bahan POPs yang berwawasan lingkungan. Bahan POPs ini akan
dibahas lebih lanjut dalam Bagian 5 Diktat ini.
Beberapa peraturan yang secara langsung akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas
limbah B3 yang dihasilkan adalah peraturan-peraturan yang mengatur masalah bahan
berbahaya, yaitu :
− Peraturan Pemerintah No.7/1973 tentang pengawasan atas peredaran,
penyimpanan dan penggunaan pestisida
− Peraturan Menteri Kesehatan No.453/Menkes/Per/XI/1983 tentang bahan
berbahaya
− Keputusan Menteri Perindustrian RI No.148/M/SK/4/1985 tentang pengamanan
bahan beracun dan berbahaya di lingkungan industri
− Keputusan Menteri Pertanian No.724/Kpts/TP.270/9/1984 tentang larangan
penggunaan pestisida EDB
− Keputusan Menteri Pertanian No.536/Kpts/TP.270/7/1985 tentang pengawasan
pestisida
Limbah radioaktif di Indonesia dikelola oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN)
yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 1985 tentang Dewan Tenaga
Atom dan Badan Tenaga Atom Nasional dan Keputusan Presiden No. 82 Tahun 1985
tentang Badan Tenaga Atom Nasional. Semua yang berkaitan dengan ketenaga
atoman pada dasarnya diatur oleh Undang-undang No. 31 Tahun 1964 tentang
Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2010
Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 14
Ketentuan-ketentuan pokok tenaga atom. Selanjutnya beberapa peraturan lain di
bawahnya antara lain:
− Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 tentang keselamatan kerja terhadap
radiasi
− Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1975 tentang izin pemakaian zat radioaktif dan
atau sumber radiasi
− Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 tentang pengangkutan zat radioaktif
2 PENGELOLAAN B3 DALAM PP 74/2001
PP74/2001 tentang pengelolaan berbahaya dan beracun terdiri dari 15 bab yang dibagi
lagi menjadi 43 pasal. Kelima belas bab tersebut adalah :
− Bab I (pasal 1 sampai 4) : Ketentuan Umum,
− Bab II (pasal 5) : Klasifikasi B3,
− Bab III (pasal 6 sampai 20) : Tata Laksana dan Pengelolaan B3,
− Bab IV (pasal 21) : Komisi B3,
− Bab V (pasal 22 dan 23) : Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
− Bab VI (pasal 24 sampai 27) : Penanggulangan Kecelakaan dan Keadaan Darurat,
− Bab VII (pasal 28 sampai 31) : Pengawasan dan Pelaporan,
− Bab VIII (pasal 32 sampai 34): Peningkatan Kesadaran Masyarakat,
− Bab IX (pasal 35 dan 36) : Keterbukaan Informasi dan Peran Masyarakat,
− Bab X (pasal 37) : Pembiayaan,
− Bab XI (pasal 38) : Sanksi Administrasi,
− Bab XII (pasal 39) : Ganti Kerugian,
− Bab XIII (pasal 40) : Ketentuan Pidana,
− Bab XIV (pasal 41 dan 42) : Ketentuan Peralihan,
− Bab XV (pasal 43) : Ketentuan Penutup.
Menurut PP 74/2001: ‘bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat
dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau
merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya’ (pasal 1 angka
1). Sedangkan sasaran pengelolaan B3 adalah 'untuk mencegah dan atau mengurangi
resiko dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan mahluk hidup
lainnya’ (pasal 2).
Pengertian pengelolaan B3 adalah 'kegiatan yang menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan atau membuang B3’ (pasal 1 angka 2).
Dalam kegiatan tersebut, terkait berbagai fihak yang merupakan mata rantai dalam
pengelolaan B3. Setiap mata rantai tersebut memerlukan pengawasan dan pengaturan.
Oleh karenanya, pasal-pasal berikutnya mengatur masalah kewajiban dan perizinan
bagi mereka yang akan memproduksi (menghasilkan), mengimpor, mengeksport,
mendistribusikan, menyimpan, menggunakan dan membuang bahan tersebut bilamana
tidak dapat digunakan kembali. Disamping aspek yang terkait dengan pencegahan
terjadinya pencemaran lingkungan dan atau kerusakan lingkungan yang menjadi
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap fihak yang terkait, maka aspek
keselamatan dan kesehatan kerja serta penanggulangan kecelakaan dan keadaan
darurat diatur dalam PP tersebut.
Tidak semua pengelolaan bahan yang berbahaya diatur oleh PP tersebut, antara lain
karena telah diatur dalam PP lain, atau telah diatur oleh instansi lain berdasarkan
konvesi internasional seperti bahan radioaktif. Bahan berbahaya yang tidak termasuk
yang diatur adalah (pasal 3):
Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2010
Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 15
o Bahan radioaktif
o Bahan peledak
o Hasil produksi tambang serta minyak gas dan gas bumi dan hasil olahannya
o Makanan dan minuman serta bahan tambahan makanan lainnya
o Perbekalan kesehatan rumah tangga dan kosmetika
o Bahan sediaan farmasi, narkotika, psikotropika dan prekursor lainnya
o Bahan aditif lainnya
o Senjata kimia dan senjata biologi
Untuk menentukan apakah sebuah bahan termasuk dalam kelompok B3, maka PP
tersebut mengklasifikasikan B3 dalam 8 kelompok, yaitu (pasal 5):
o Mudak meledak (explosisive)
o Pengoksidasi (oxidizing)
o Menyala:
o sangat mudah sekali menyala (extremely flammable)
o sangat mudah menyala (highly flammable)
o mudah menyala (flammable)
o Beracun:
o amat sangat beracun (extremely toxic)
o sangat beracun (highly toxic)
o beracun (moderately toxic)
o Bebahaya (harmful)
o Korosif (coorosive)
o Bersifat iritasi (irritant)
o Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)
o Toksik yang bersifat kronis:
o karsinogenik (carcinogenic)
o teratogenik (teratogenic)
o mutagenik (metagenic)
Penjelasan lebih lanjut tentang kriteria kapan sebuah bahan dikelompokkan sebagai B3
akan dijelaskan dalam Butir 3.
Untuk mempermudah menentukan B3 yang diatur dalam PP ini, maka berdasarkan
penggunaannya di lapangan, B3 dibagi menjadi 3 bagian, yaitu (pasal 5):
o B3 yang dapat atau boleh dipergunakan di Indonesia (Lampiran I PP 74/2001)
o B3 yang dilarang dipergunakan di Indonesia (Lampiran II Tabel 1, PP 74/2001)
o B3 yang terbatas dipergunakan (Lampiran II Tabel 2, PP 74/2001)
Dengan demikian, bilamana sebuah bahan sudah terdapat dalam lampiran tersebut,
maka bahan tersebut termasuk B3, dan penggunaannya di Indonesia disesuaikan
dengan kelompok tabel yang berlaku, apakah diperbolehkan dipergunakan, atau
terbatas penggunaannya, atau sama sekali dilarang dipergunakan.
Lampiran I PP 74/2001 mencantumkan 209 buah bahan kimia yang tergolong B3 yang
dapat digunakan di Indonesia, 74 diantaranya dibatasi penggunaannya sampai tahun
2040, semuanya organik-berhalogen. Lampiran II - Tabel 1 mencantumkan 10 bahan
B3 yang dilarang pengunaannya, dan Lampiran II - Tabel 2 mencantumkan 45 bahan
B3 yang dibatasi pengunaannya di Indonesia. Setiap bahan kimia dalam daftar tersebut,
disertai keterangan:
o No. Reg. Chemical Abstract Sevice yang bersifat universal
o Nama bahan kimia
o Sinonim/nama dagang
o Rumus molekul
Berikut ini adalah beberapa contoh bahan kimia B3, yang terdapat dalam daftar
Lampiran I dan Lampiran II PP 74/2001 tersebut (Tabel 1 sampai Tabel 3).
Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2010
Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 16
Setiap produsen yang menghasilkan B3 baru yang termasuk diatur dalam PP ini, maka
sebelum dipergunakan secara luas produsen tersebut harus mendaftarkan terlebih
dahulu kepada yang berwenang, dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup (pasal 6).
Sedang bahan berbahaya lain yang tidak diatur dalam PP ini, maka registrasinya harus
diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab, misalnya Badan Tenaga Atom
Nasional untuk bahan radioaktif. Demikian juga halnya unutk B3 yang diimport dari luar
negeri, maka bahan tersebut terlebih dahulu harus didaftarkan oleh importirnya untuk
diregistrasi sebelum secara rutin diimport. Bahan tersebut kemudian akan mendapat
nomor registrasi sebagai alat kontrol terhadap peredaran B3 di Indonesia, sehingga
dengan mudah dilakukan pengawasan dan pencegahan terjadinya dampak B3 terhadap
lingkungan. Bila bahan yang akan dimpor adalah termasuk dalam daftar B3 yang
terbatas dipergunakan, maka fihak otorita negara yang akan memasukkan bahan
tersebut ke Indonesia terlebih dahulu harus menyampaikan notifikasi kepada fihak yang
bertanggung jawab di Indonesia (pasal 8).
Tabel 2.1: Contoh B3 (dapat digunakan) dalam Lampiran I PP 74/2001
No No Reg Chemical
Abstract Service
Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus
Molekul
7 7664-41-7 Amoniak Ammonia NH3
14 64-19-7 Asam Asetat Acetic acid; Aci-jel CH3COOH
16 7664-38-2 Asam Posfat Phosphoric acid; Orthophosphoric acid H3PO4
17 7647-01-0 Asam Klorida Hydrochloric acid; Hydrogen chloride;
Anhidrous hydrochloric acid
HCl
23 74-90-8 Asam Sianida Hydrogen cyanide; Hydrocyanic acid;
Blausaure; Prussic acid
HCN
24 7664-93-9 Asam Sulfat Sulfuric Acid; Oil of Vitriol H2SO4
31 71-43-2 Benzena Benzene; Benzol; Cyclo hexatriene C6H6
52 108-95-2 Fenol Phenol; Carbolic acid; Phenic acid; Phenilic
acid; Phenyl hydroxide; Hidroxybenzene;
Oxybenzene
C6H5OH
54 50-00-0 Formalin (larutan) Formadehyde solution; Formalin; Formol;
Morbicid; Veracur
CH2O
58 7783-06-4 Hidrogen Sulfida Hydrogen sulphide; Sulfurated hydrogen;
Hydrosulfuric acid
H2S
76 124-38-9 Karbon dioxide Carbonic acid gas CO2
78 7440-44-0 Karbon hitam Amorphous C
79 630-08-0 Karbonmonoksida Carbon monoxide CO
80 7782-50-5 Klor Chlorine Cl2
81 67-66-3 Kloform Chloroform; Trichlorometthane CHCl3
85 7487-97 Merkuri klorida Mercuric chloride; Mercury bichloride;
Corrosive sublimate; Mercury perchloride;
Corrosive mercury chloride
HgCl2
87 74-82-8 Methane - CH4
98 1310-73-2 Natrium Hidroksida Sodium hydroxide; Caustic soda; Soda lye;
Sodium hydrate
NaOH
105 7727-37-9 Nitrogen Nitrogen N2
106 10102-44-0 Nitrogen Dioksida Nitrogen dioxide NO2
110 10028-15-6 Ozon Ozone; Triatomic oxygen O3
112 87-86-5 Pentaklorofenol Penta; PCP; Penchloraol; Santhophene 20 C6HCl5O
114 7761-88-8 Perak nitrat - AgNO3
122 7646-85-7 Seng Klorida Zinc chloride; Butter zinc ZnCl2
127 7439-92-1 Timbal (timah hitam) Lead Pb
209 - CH2BrCl Bromochloroethane -
*) Muncul juga pada Lampiran II – Tabel 2 (no. 11)
Tabel 2.2: B3 yang dilarang dalam Lampiran II – Tabel 1 PP 74/2001
No No Reg Chemical
Abstract Service
Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus
Molekul
1 309-00-2 Aldrin HHDN C12H8Cl6
2 57-74-9 Chlordane CD68; Velsicol 1068; Toxichlor; Niran; C10H6Cl8
Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2010
Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 17
Octachlor; Orthochlor; Synclor; Belt;
Corodane
3 50-29-3 DDT Dichlorodiphenyltrichloroethane; D-58;
Chlorophenothane; Clofenotane; Dicophane;
p,p-DDT; Agritan; Gesapon; Gesarex;
Gesarol; Guesapon; Necide
C14H9Cl5
4 60-57-1 Dieldrin Compound 497; ENT 16225; HEOD;
Insecticide No.497; Octalox
C12H8Cl6OH
5 72-20-8 Endrin Compound 268; ENT 17251; Mendrin;
Nendrin; Hexadrin
C12H8Cl6OH
6 76-44-8 Heptachlor E3314; Velsicol 104; Drinox; Heptamul C10H5Cl7
7 2385-85-5 Mirex C6-1283; ENT 25719; Dechlorane;
Hexachloropentadienedimer
C10Cl12
8 8001-35-2 Toxaphene Hercules 3956: Polycholorcamphene;
Chlorinatedcamphene; Campeclor; Altox;
Geniphene; Motox; Penphene; Phenacide;
Phenatox; Strobane-T; Toxakil
C10H10Cl8
9 118-74-1 Hexachlorobenzene Polychlorobenzene; Anticarie; Bunt-cure;
Bunt-no-more; Julins carbon chloride
C6Cl6
10 1336-36-3 PCBs Polychlorinated Biphenyls; Chlorobiphenyls;
Arocloc; Clophen; Fenclor; Kenachlor;
Phenochlor; Pyralene; Santotherm
C12X
X=H or Cl
Tabel 2.3: Contoh B3 (dibatasi) dalam Lampiran II – Tabel 2 PP 74/2001
No No Reg Chemical
Abstract Service
Nama Bahan Kimia Sinonim/Nama Dagang Rumus
Molekul
1 93-76-5 2,4,5-T Esterone 245; Trioxone; Weedone C8H5Cl3O3
2 2 4 2 5 - 9 8 - 3 C h l o r d i m e f o r m ( C D M ) C D M ; C i b a - 8 5 1 4 ; S c h e r i n g 3 6 , 2 6 8 : S p a n o n ;
Fundal; Gulecton; Chlorophenamidine
C10H13ClN2
4 510-15-6 Chlorobenzilate Compound 338; G23922; Acarabene; Akar;
Folbex; Ethyl 4,4-dichlorobenzilate; Ethyl
4,4-hydroxy-2,2bis(4-chlorophenil)acetate
C16H14Cl2O3
6 106-93-4 Ethylene Dibromida
(EDB)
EDB; Dowfume WW85; 1,2-dibromoethane;
Ethylenebromide; Sym-dibromoethane
C12H4Br2
9 58-89-9 Lindane - C6H6Cl6
10 - Senayawa merkuri,
termasuk:
- Anorganik merkuri
- Alkyl merkuri
- Alkyloxyalkyl merkuri
- Aryl merkuri
- -
11 87-86-5 Pentaklorofenol* Penta; PCP; Penchloraol; Santhophene 20 C6HCl5O
21 7439-97-6 Mercury/Air raksa Liquid silver; Hydragyrum; Quicksilver Hg
26 75-69-4 CFC-11 Trichloromonofluoromethane;
Fluorotrichloromethane; Freo 11; Frigen 11;
Areton 11
CCl3
27 75-71-12 CFC-12 Dichlorodifluoromethane; Areton 12; Freon
12; Frigen 12; Genetron 12; Halon; Isotron 2
CCl2F2
29 - CFC-114 Dichlorotetrafluoroethane; Cryfluorane;
Freon 114; Frigen 114; Areton 114
C2Cl2F2
43 - Halon-2402 Dibromotetrafluoroethane C2Rbr2F4
45 74-83-9 Metil bromida Bromomethane; Monobromomethane;
Embafume
CH3Br
*) Muncul juga pada Lampiran I (no. 112)
Jawaban boleh tidaknya barang tersebut masuk ke Indonesia harus diterima oleh otorita
negara pengekspor dalam waktu paling lambat 30 hari sejak tanggal diterimanya
notifikasi tersebut. Prosedur ini adalah sesuai dengan Konvensi Basel yang mengatur
lintas batas bahan dan limbah B3 antar negara.
Prosedur yang sama diberlakukan bagi B3 yang akan dieksport ke luar negeri (pasal 7).
PP ini mewajibkan eksportir B3 tersebut untuk menyampaikan notivikasi ke otoritas
negara tujuan ekspor, otoritas negara transit dan instansi yang bertanggung jawab di
Indonesia terlebih dahulu. Sebelum ada persetujuan dari otoritas negara tujuan ekspor
dan otoritas negara transit, serta dari instansi yang berwenang, maka ekspor B3
tersebut belum boleh dilaksanakan.
Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2010
Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 18
Salah satu informasi penting yang selalu harus disertakan dalam produksi B3 adalah
Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet - MSDS). Informasi
MSDS disamping harus tercantum pada produksi B3 (pasal 11), juga harus muncul
pada dokumen pengangkutan, penyimpanan, dan pengedaran B3 (pasal 12), dan juga
pada kemasan bahan tersebut (pasal 14). Lembar MSDS paling tidak berisi:
o Merek dagang
o Rumus kimia B3
o Jenis B3
o Klasifikasi B3
o Teknik penyimpanan, dan
o Tata-cara penanganan bila terjadi kecelakaan
PP 74/2001 mengatur juga secara umum pengangkutan B3 (pasal 13), pengemasan B3
(pasal 15), pemberian label dan simbol (pasal 17), penyimpanna B3 (pasal 18). Lokasi
dan konstruksi tempat penyimpanan B3 membutuhkan pengaturan tersendiri, agar tidak
terjadi kecelakaan akibat kesalahan dalam penyimpanan tersebut. Salah satu
persyaratan kelengkapan pada tempat penyimpanan tersebut adalah sistem tanggap
darurat dan prosedur penanganan B3 (pasal 19). B3 yang dianggap kadaluwarsa, atau
tidak memenuhi spesifikasi, atau bekas kemasan, yang tidak dapat digunakan tidak
boleh dibuang sembarangan, tetapi harus dikelola sebagai limbah B3 (pasal 20). B3
kadaluwarsa adalah bahan yang karena kesalahan dalam penanganannya
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi dan atau karakteristik sehingga bahan
tersebut tidak sesuai lagi dengan spesifikasinya. Sedang B3 yang tidak memenuhi
spesifikasi adalah bahan yang dalam proses produksinya tidak sesuai dengan yang
ditentukan.
PP 74/2001 mengatur juga masalah kesehatan dan keselamatan kerja bagi orang yang
bekerja di bidang ini, yang menjadi tanggung jawab bagi pengusaha. Salah satu
langkah yang wajib dilakukan adalah kewajiban uji kesehatan secara berkala bagi
pekerja, sekurang-kurangnya 1 kali dalam 1 tahun, denganmaksud untuk mengetahui
sedini mungkin terjadinya kontaminasi oleh zat/senyawa kimia B3 terhadap pekerja atau
pengawas lokasi tersebut (pasal 23).
Salah satu kehawatiran utama dalam penanganan B3 adalah kemungkinan terjadinya
kecelakaan baik pada saat masih dalam penyimpanan maupun kecelakaan pada saat
dalam pengangkutannya. Kecelakaan B3 adalah lepasnya atau tumpahnya B3 ke
lingkungan, yang memerlukan penanggulangan cepat dan tepat (pasal 24). Bila terjadi
kecelakaan, maka kondisi awalnya adalah berstatus keadaan darurat (emergency).
Langkah darurat yang harus dilakukan adalah (pasal 25):
o Mengamankan (mengisolasi) tempat terjadinya kecelakaan
o Menanggulangi kecelakaan sesuai dengan prosedur standar penanggulangan
kecelakaan
o Melaporkan kecelakaan atau keadaan darurat tersebut kepada aparat
Kota/Kabupaten setempat
o Memberikan informasi, bantuan dan melakukan evakuasi masyarakat sekitar lokasi
kejadian.
3 KARAKTERISASI B3 MENURUT PP 74/2001
Penjelasan PP 74/2001 menguraikan secara singkat klasifikasi B3 sebagai berikut:
a. Explosive (mudah meledak): adalah bahan yang pada suhu dan tekanan standar
(25oC, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat
Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2010
Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 19
merusak lingkungan di sekitarnya. Pengujiannya dapat dilakukan dengan
menggunakan Diffrential Scanning Calorimetry (DSC) atau Differential Thermal
Analysis (DTA), sedang 2,4-dinitrotoluena atau Dibenzoil-peroksida digunakan
sebagai senyawa acuan. Dari hasil pengujian tersebut, akan diperoleh nilai
temperatur pemanasan. Apabila nilai temperatur pemanasan suatu bahan lebih
tinggi dari senyawa acuan, maka bahan tersebut diklasifikasikan mudah meledak.
b. Oxidizing (pengoksidasi): pengujian bahan padat dilakukan denganemtode uji
pembakaan menggunakan ammonium persulfat sebagai senyawa standar. Sedang
untuk bahan cair, senyawa standar yang digunakan adalah larutan asam nitrat.
Suatu bahan dinyatakan sebagai pengoksidasi apabila waktu pembakaran bahan
tersebut sama atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.
c. Flammable (mudah menyala):
o Extremely flammable: padatan atau cairan yang memiliki titik nyala (flash point)di
bawah 0oC dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 35oC.
o Hghly flammable: padatan atau cairan yang memiliki titik nyala 0oC - 21oC.
o Flammable:
o Bila cairan: bahan yang mengandung alkohol kurang dari 24%-volume, dan
atau mempunyai titik nyala ≤ 60oC (140oF), akan menyala apabila terjadi
kontak dengan api, percikan api, atau sumber nyala lainnya, pada tekanan
760 mmHg. Pengujiannya dapat dilakukan dengan metode Closed-up test.
o Bila padatan: bahan bukan cairan, pada temperatur dan tekanan standar
dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan,
penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan, dan apabila
terbakar dapat menyebabkan kebakaran terus menerus dalam 10 detik.
Pengujian dapat pula dilakukan dengan Seta Closed-cup Flash Point Test,
dengan titik nyala di bawah 40oC.
d. Toxic (beracun): akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk
ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut. Tingkatan racun
dikelompokkan seperti tabel berikut.
Tabel 2.4: Tingkat racun menurut PP 74/2001
Urutan Kelompok LD50 (mg/kg)
1
2
3
4
5
6
Extremely toxic (amat sangat beracun)
Highli toxic (sangat beracun)
Moderately toxic (beracun)
Slighly toxic (agak beracun)
Practically non-toxic (praktis tidak beacun)
Relatively harmless (realtif tidak berbahaya)
≤ 1
1 – 50
51 – 500
501 – 5.000
5001 – 15.000
> 15.000
e. Harmful (berbahaya): padatan maupun cairan ataupun gas yang jika kontak atau
melalui inhalasi (pernafasan) atau melalui oral dapat menyebabkan bahaya
terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.
f. Corrosive (korosif): mempunyai sifat
o Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit
o Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja standar SAE-1020
dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian
55oC.
o Mempunyai pH ≤ 2 untuk B3 bersifat asam, dan atau pH ≥ 12,5 untuk B3 bersifat
basa.
g. Irritant (bersifat iritasi): padatan maupun cairan yang bila terjadi kontak secara
langsung, dan apabila terus menerus kontak dengan kulit atau selaput lendir dapat
menyebabkan peradangan
h. Dangerous to the Environment (berbahaya bagi lingkungan): seperti merusak
lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan
tersebut dapat merusak lingkungan.
Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2010
Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 20
i. Chronic toxic (toksik kronis):
o Carcinogenic (karsinogen): sifat bahan penyebab sel kanker, yaitu sel liar yang
dapat merusak jaringan tubuh
o Teratogenic: sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
pertumbuhan embrio
o Mutagenic: sifat bahan yang dapat menyebabkan perubahan kromosom yang
dapat merubah genetika.
Referensi Utama:
o Undang-Undang No. 32 tahun 2009: Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
o Peraturan Pemerintah Nomor 74/2001: Pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun, 26 November 2001
o Undang-undang No. 19 tahun 2009: Pengesahan Konvensi Stockholm tentang
Bahan Pencemar Organik yang Persistan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar